SEBUAH PERJALANAN
oleh Yuyun Yulyanti*
“My Trip, My Adventure”... Ah
klasik, ganti deh. “My Trip, Lillahitaala”.
(Sok asik nih, biarin yang penting bahagia, hehehe).
Kali ini, aku akan menulis sebuah perjalanan singkat yang begitu menyenangkan.
Jika di instagram banyak anak muda yang mengunggah foto mereka dengan caption “Nak, ini foto ibumu waktu
muda”, nah aku mencoba untuk
menanamkan keilmiahan kepada bakal calon anakku kelak dengan caption “Nak, ini tulisan ibumu waktu
mahasiswa saat melakukan perjalan”. Edasss,
padahal mah tulisan yang kubuat
ini memiliki kadar keilmiahan 0%. Maksudku, alasan perjalanan inilah yang
ilmiah. Hehehe... Ketika banyak orang
lain berjalan ke kanan, aku lebih memilih ke kiri. Entah mengapa aku lebih suka
berbeda dengan yang lainnya. Berdasarkan hal itu pula, pikiranku terkadang jadi
liar. Tetapi aku tetap normal sebagai seorang perempuan yang penuh dengan kelembutan.
Berawal dari kegundahan hati dan
perasaan seorang anak yang ingin membuat orang tua wabil khusus mamahku bahagia. Hingga saat ini, alasan terkuat untuk
tetap bertahan dari segala godaan dan fitnah dunia (e buset dah, sa ae lu tong) adalah seorang mamah yang membuatku
semangat untuk berprestasi. Aku mencari-cari info lomba di internet sampai
akhirnya kutemukan info lomba yang menarik, lomba tulis esai. Ok, fighting!!! H-1 jam baru kukirim abstrak
ke surel panitia. Lahaula wala kuwata
illabillah.
Jeng-jeng,
you know what? Abstrak yang kutulis
ternyata masuk 100 besar. Alhamdulillah. Harus tanggung jawab nih. Tunggu, tanggungjawab kepada siapa?
Kepada diri sendiri tentunya. Bukankah setiap tulisan harus kau
pertanggungjawabkan? Saat itu pula, rasa hoream
datang menghampiri pikiran yang begitu kacau. Kau tahukan, aku ini mahasiswa
tingkat akhir yang sedang berusaha sekuat jiwa dan raga untuk membuat proposal
skripsi. Tak hanya itu, sebagai mahasiswa yang mengambil peminatan Jurnalistik,
aku juga sedang melalui tahap pengujian fisik dan mental melalui tugas yang warbiyasah, 13 opini, 4 feture, 6
berita, pendampingan pembuatan buletin sekolah, dan kunjungan ke penerbit.
Tuhan, betapa romantisnya tugas kuliahku. Terlintas dalam pikiranku untuk tidak
melanjutkan pengiriman naskah esai lengkap karena ya rasa malas itu. Setelah
dipikir-pikir lagi ya sayang juga sih,
aku memang penyayang orangnya (promosi nih
ceritanya). Akhirnya, The Power of
Kepepet naskah esai lengkap selesai juga setelah bimbingan dengan dosen
pembimbing dan siap dikirim ke panitia. Lahaula
wala kuwata illabillah again.
Kau pasti penasaran ya dengan esai
yang kukirimkan? Ok, sedikit akan kusinggung ya. Aku membahas pembelajaran
mendongeng cerita rakyat nusantara dengan media KARICA (boneka jari asal
perca). Harapannya, semoga, aku bisa menjadi pendongeng yang baik untuk
anak-anakku kelak, ya anak-anak kita. Hah, kita? Ambigu nih kalimat. Ya, intinya aku akan menjadi ibu yang senantiasa
memberikan dongeng kepada anak-anaknya. Penasaran dengan esai yang telah
kubuat? Diskusikan saja secara langsung ya karena aku tidak ingin membahasnya
di sini.
Setelah menunggu beberapa hari, dunjreng.... esaiku masuk 10 besar.... Alhamdulillah. Bingung dan gak tahu harus bagaimana. Akhirnya,
panitia menghubungiku untuk tahap selanjutnya. Ternyata, sebagai finalis yang
masuk 10 besar, aku harus mempresentasikan esaiku itu dalam acara grand final. Artinya, aku harus pergi ke
Semarang. Pergi ke Semarang? Pergi sama dengan transportasi. Transportasi sama
dengan tiket. Tiket sama dengan uang. Wah, kalo masalah uang harus
diperhitungkan matang-matang. Melihat baiaya transportasi dan akomodasi selama
kegiatan, ah sudahlah lebih baik
mengundurkan diri saja. Ya, mengundurkan diri menjadi pilihan terbaik. Tak apa,
mungkin belum waktunya untuk menjadi pemenang. Sedih? Ya, sesaat saja sedihnya.
Lebih sedih melihat kau bersamanya (dasar baper nih orang). Tiba-tiba panitia menghubungi kembali untuk
menginformasikan kelonggaran waktu pembayaran. Kebimbangan pun menghampiri dan
menghantui. Kuputuskan untuk menghubungi pihak departemen untuk pengajuan
permohonan dana. Ya, tak ada salahnya mencoba dan memang tak salah. Pihak
departemen siap membiayai. Alhamdulillah
ya Allah. Sekalipun manusia berpikir dan berkata “tidak”, tapi jika Allah sudah
menakdirkan “iya” akan lain lagi ceritanya. Berdasarkan hal itu, aku belajar
bahwa keikhlasan itu ya sepasrah-pasrahnya, dalam arti kita memang sudah
berusaha dan benar-benar memasrahkan semuanya kepada Allah. Apapun yang
terjadi, ya pasrahkan saja sama Allah.
Setelah uang terkumpul, tinggal
minta izin ke mamah untuk pergi ke Semarang. Bak petir di siang bolong saat mamah tidak mengizinkanku untuk
pergi sendirian. Mah, aku di sini sudah berjuang, tapi tanpa restu mamah
semuanya zonk. Tunggu, aku belajar
bahasa, bahasa itu alat. So, berbahasa
yang santun dan baiklah untuk mengutarakan maksud dan tujuan yang jelas
ditambah dengan sedikit rayuan (tanpa gombal
ya). Alhamdulillah, mamah
mengizinkanku pergi meski kecemasan dan kekhawatiran akan menyelimuti hati
mamah melihat anak perempuannya pergi jauh sendirian. “Mah, bumi Allah itu
luas. Ketika kita baik, orang lain juga pasti akan baik sama kita.” ucapku
meyakinkan Mamah. Aku teringat akan hipotesis Saphir-Worf dengan bahasa dan
pikirannya. Jika dikaitkan dengan perasaan, tentu kita pernah sedih, senang,
kecewa, marah, cinta, benci, sayang, bahkan baper karena sebuah
perkataan/ujaran. Perkataan/ujaran tersebut adalah sebuah bahasa. Betapa
dahsyatnya bahasa dalam kehidupan kita.
Masalah tak hanya selesai sampai di
sini, mendadak ada perubahan jadwal dari panitia. Awalnya selesai kegiatan itu
hari senin, ternyata hari minggu acara sudah selelsai dan tiket pulang sudah
kupesan. Tuhan..... Ok, cari sisi positifnya. Mencoba untuk menukar jadwal
keberangkatan dan ternyata harganya sangat mahal sekali. Its Ok. I’m fine. Aku yakin tak sendiri di sana.
11 November 2016
Bermodalkan doa mamah dan keberanian
yang hakiki aku berangkat menuju Semarang. Pertama kalinya naik kereta api dan
super duper panik takut salah naik kereta. Satu gerbong tersebut kebetulan
dominan laki-laki, mahasiswa salah satu institut negeri yang begitu terkenal di
Bandung. Obrolan mereka itu mulai dari OPEC, pertambangan, fisika, minyak,
perusahaan, bla bla bla. Aku memilih diam dan menjadi pendengar setia. Meski
aku merasa tidak nyaman karena aku perempuan sendiri saat itu. Terlebih jika
mereka sudah bermain kode-kodean
entah apa maksudnya dan seketika mereka tertawa. Ah menyebalkan...
Beberapa stasiun
sudah kulewati dan sampai juga di Staisun Semarang Tawang...
Semarang, aku datang.......
Bertemu dengan orang-orang baru, ada
yang dari Solo, Bali, Semarang, Malang, Yogyakarta, Medan, Kudus, dan aku lupa
dari daerah mana lagi. Berjumpa dengan mereka adalah hal luar biasa dalam
hidupku. Dengan tujuan yang sama, semangat yang menggebu-gebu, dan ya, kami
adalah seorang MAHASISWA.
12 November 2016
Saat-saat menegangkan untuk
presentasi esai. Bismillah... aku
beusaha untuk memberikan yang terbaik dari mereka yang paling terbaik. Saat itu
pula, pengumuman langsung diinformasikan. Aku tidak keluar menjadi seorang
juara. Sedih dan kecewa? Ya, tentu saja karena aku manusia biasa. Namun, satu
hal yang membuatku kuat bahwa aku telah berhasil keluar dari zona nyamanku
sampai hari itu. Untuk bisa hadir dan bertemu orang-orang hebat aku harus
meluangkan waktu untuk berpikir, mencari ide-ide kreatif, menulis, dan bersaing
dengan yang lainnya. Bersyukur dan tetap semangat untuk berprestasi karena aku
telah bersungguh-sungguh dalam membuat sebuah pengalaman. Disetiap pijakan kaki
ini, maka setiap itulah kita bisa belajar.
Field Trip
Acara tambahan yang teramat
menyenangkan. Mengunjungi beberapa tempat wisata bersama peserta lainnya.
Menyaksikan keindahan yang Allah ciptakan. Kunjungan yang pertama adalah ke Sam
Poo Kong. Sam Poo Kong itu klenteng yang digunakan sebagai tempat ibadah dan
ziarah orang Kong Hu Chu. Bangunan di tempat ini bernuansa merah dan indah
sekali. Gerbangnya sangat tinggi dan besar. Aku ingat, dulu waktu kecil pernah
membaca artikel Sam Poo Kong di majalah kesukaanku, Bobo dan beberapa waktu
lalu aku menapakkan kaki di tempat itu. Sungguh, aku tak pernah berpikir untuk
pergi kesana, apalagi merencanakannya. Rencana Allah memang tidak pernah kita
tahu dan Allah selalu memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya. Kunjungan yang kedua
yaitu Lawang Sewu. Tuhan, indah sekali bangunannya. Klasik dan cantik. Rasanya
ingin kembali lagi mengunjungi bangunan tua yang dibangun oleh Belanda
tersebut. Kunjungan yang terakhir adalah di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT).
Tempat yang paling indah dan akan selalu indah. Bahagia sekali rasanya. Kau
tahu? Aku berasa di Makkah, hal itulah yang membuatku benar-benar takjub.
Betapa bahagianya ketika seorang muslim mengunjungi Baitullah. Aku berada di tempat yang mirip saja sudah merasa
terkagum-kagum dengan keindahan yang Allah ciptakan. Di tempat ini aku melihat
Mushaf Al-Quran yang sangat besar. Ya, besar sekali yang disimpan di dalam
masjid. Di tempat ini juga ada ketenangan, kedamaian, dan kehusyukan dalam doa.
Terima kasih ya Rabb atas nikmat yang begitu indah yang telah Kau hadirkan
dalam hidupku.
14 November 2016
Presentasi sudah, jalan-jalan sudah,
dan saatnya pulang menyelesaikan sesuatu yang belum selesai. Oh iya, sehari
sebelum aku pulang ternyata Bandung hujan deras, banjir terjadi di beberapa
lokasi di Bandung termasuk Stasiun Bandung. Ya Allah, inilah alasan perubahan
jadwal kegiatan yang berakibat pada kepulanganku pada hari senin yang
seharusnya hari minggu. Allah punya takdir dan rencana lain untukku. Jika aku
pulang minggu dan sampai Bandung senin, aku tidak tahu apa yang terjadi di
stasiun saat itu. Allah telah mengamankanku dengan cara yang sangat romantis. Aku
malu karena sempat terlintas di benakku berpikir buruk dengan perubahan jadwal
ini. Dan ternyata, dosen yang berencana masuk kuliah hari senin, tiba-tiba saja
membatalkan. Alhamdulillah ya Allah,
aku pulang dengan selamat, sehat, lapar, dan bahagia.
Ada yang lupa untuk kuceritakan,
saat posisiku masih di Semarang tiba-tiba saja pihak departemen meminta kepada
mahasiswa semester 7 untuk mengajukan tempat PPL dan harus hari itu juga. Masya Allah... pasrah deui wae iue mah daks.
Untung saja, bisa diwakilkan. Dengan kabaikan hati Ceceu, akhinya aku
terselamatkan (nuhun ceu, didoakeun ku
nok, mudah-mudahan jodoh sareng Si Eta nya, disebutkeun moal yeuh...pokokna mah
terbaik kangge ceceuku). Kau tahu kawan? Ketika aku membawakan oleh-oleh
untuk kalian bukan berarti aku banyak uang, tapi begitu banyak kebaikan,
dukungan, dan doa yang telah kalian berikan kepadaku dalam perjalanan ini.
Pokoknya, aku sayang kalian DIK CIYUS dan Gengstoks. Terima kasih juga untuk
seorang Silfiani, atas kebaikan tempat singgah yang diberikan untukku, sukses
selalu ya Say. Aku yakin kau selalu jadi yang terbaik. Terima kasih telah
mengenalkanku pada Gongso (makanan
khas Semarang, cara pembatannya seperti seblak
tapi beda bahan dan rasa).
Semarang, bagiku adalah harapan. Ya,
aku punya dua harapan di tempat itu. Jika Cinta dan Rangga telah melewati
ratusan purnama, maka aku telah melewati ratusan jarak yang telah
kutempuh bersama harapan. Yang kubawa itu bukan batu, pasir, atau kerikil dan
memang hanya harapan, tapi berat sekali rasanya. Ya, memang tidak baik
menggantungkan harapan kepada makhluk karena sebaik-baik pengharapan hanya pada
Allah pemilik setiap harapan ini. Sekarang, Semarang tak lagi harapan, tetapi
kenangan, kerinduan, keramahan, kesederhanaan, dan doa. Doa yang kupanjatkan
untuk keselamatan dan kebahagianmu di Semarang. Cukup sampai di sini masa pengharapanku,
selebihnya aku telah menyerahkan harapan ini pada pencipta-Mu.
PS:
Aku butuh teman untuk perjalanan selanjutnya, hehehe.
*dokumentasi
perjalanan bisa dilihat di instagram yun_yulyanti
20-11-16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar