APRESIASI PROSA FIKSI CERITA RAKYAT
JAMBEAN SI KEONG EMAS ASAL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Disusun
oleh
Yuyun
Yulyanti (1305344)
Kelas
DIK-A 2013
DEPARETEMEN PENDIDIKAN BAHASA DAN
SASTRA INDONESIA
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS
PENDIDIKAN INDONESIA
2014
APRESIASI CERITA RAKYAT JAMBEAN SI
KEONG EMAS ASAL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
A. PENDAHULUAN
Cerita
rakyat merupakan cerita yang turun temurun diceritakan dari satu generasi ke
generasi lainnya sehingga begitu kuat adanya dalam suatu masyarakat. Biasanya
cerita rakyat banyak mengandung pesan moral yang dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari, khususnya pada anak-anak yang menjadikan cerita rakyat
sebagai cerita yang bersifat menghibur dan mendidik. Hampir disetiap daerah di
Indonesia memiliki cerita rakyat masing-masing sesuai dengan peristiwa yang
terjadi di daerah tersebut, hal ini tentunya menjadi warisan budaya bagi bangsa
Indonesia.
Jambean
Si Keong Emas salah satu cerita rakyat yang berasal dari Daerah Istimewa
Yogyakarta merupakan cerita rakyat yang mengandung pesan moral atau nilai-nilai yang dapat
diterapkan dalam kehidupan, bagaimana kita belajar tentang kesabaran, kebaikan
sehingga memperoleh kebahagiaan dalam hidup, selain itu kita dapat mengambil
pelajaran dari setiap kejadian dalam cerita tersebut sehingga kita tidak
melakukan suatu tindakan yang mendatangkan keburukan atau kerugian dalam hidup.
Selain itu kita mampu membedakan suatu kebaikan dan keburukan. Mengapresiasi
cerita Jambean Si Keong Emas ini sangat menarik, kita mengetahui nilai budaya
dan kehidupan sosial masyarakat Derah Istimewa Yogyakarta. Peristiwa yang
secara runtut diceritakan sehingga memudahkan pembaca dengan mudah dapat
memahami isi cerita, dengan akhir cerita yang membuktikan bahwa kebaikanlah
yang selalu mendapatkan kebahagiaan hidup, walaupun dalam Jambean Si Keong Emas
didapatakan sebuah kejadian diluar akal manusia (mayat Jambean yang berubah
menjadi keong emas) tetapi tidak mengurangi kemenarikan cerita, mengingat bahwa
cerita rakyat pada umumnya disebut sebagai mitos (cerita yang dianggap ada atau
tidak dalam kehidupan nyata).
B. SINOPSIS
Pada
jaman dahulu kala adalah seorang anak muda, Galoran namanya, ia sangat disegani
di desanya karena derajat dan kekayaan orang tuanya. Suatu waktu oarang tuanya
meninggal, namun Galoran yang memiliki gaya hidup yang boros dan suka
bersenang-senang sehingga habislah seluruh harta kekayaan peninggalan orang
tuanya. Walaupun hidupnya sudah jatuh miskin ia tak mau bekerja padahal orang
dikampungnya menawarkan pekerjaan padanya, namun Galoran tidak pernah
bersungguh-sungguh dalam bekerja. Hingga pada akhirnya Galoran dipungut oleh
seorang janda yang berkecukupan untuk dijadikan teman hidupnya. Janda tersebut
memiliki seoarang anak perempuan, Jambean namanya. Jambean sangat rajin dalam
bekerja. Tenunannya dikenal di seluruh dusun dan ia gemar berjualan. Timbullah
keretakan dalam rumah tangga tersebut karena Galoran membenci anak tirinya,
Jambean yang selalu memberi teguran kepada Galoran apabila Galoran hidup boros,
hingga pada akhirnya Galoran mempunyai rencana untuk membunuh Jambean. Galoran
memberikan pilihan kepada Ibu Jambean (isterinya) perihal sikap kasarnya
Jambean padanya, tentu ibu Jambean membela anaknya karena Jambean ingin ayah
tirinya membantu bekerja. Apabila Ibu Jambean memilih rumah tangganya dengan
Galoran maka Jambean harus mati, apabila Ibu Jambean mamilih Jambean maka rumah
tangganya akan berakhir dengan perceraian. Saat itu Ibu Jambean merasa sangat
bingung, berceritalah ia pada Jambean. Dengan kerelaan berkorban untuk patuh
pada ayahnya Jambean bersedia dibunuh oleh ayahnya, Ibu Jambean tentu tak sampai
hati melakukan ini semua. Namun, Jambean berpesan apabila ia telah dibunuh,
hendaklah mayatnya jangan di tanam melainkan di buang saja di bendungan.
Jambean percaya bahwa kebenaran yang selalu mendapat kebahagiaan. Akhirnya
disembelihlah Jambean oleh ayah tirinya. Tubuh Jambean berubah menjasi seekor
udang dan kepalanya berubah menjadi siput, dalam istilah Jawa disebut “Keong”.
Pada suatu hari, udang dan siput jelmaan Jambean tersebut dipelihara oleh dua
orang janda bersudara yaitu Mbok Rondo Sambega dan Mbok Rondo Sembadil yang
hidupnya sangat miskin di desa Dadapan. Sejak memelihara keong tersebut
hidupnya berubah, semangat kerja keduanya sangat tinggi, semakin berkecukupan
hidupnya. Lambat laun, keduanya mengetahui bahwa udang dan keong tersebut adalah
seorang anak yang telah dibunuh dan dibuang oleh orang tuanya, Jambean meminta
kedua janda tersebut memanggilnya Keong Emas. Kini Jambean tinggal bersama
kedua janda tersebut dan ia kembali bertenun hingga kain tenunannya terkenal di
ibu kota kerajaan dan Raja pun ingin mengetahui bagaimana cara menenun kain
yang demikian halusnya sehingga menyamarlah Raja menjadi saudagar kain. Raja
terpesona akan kecantikan dan kerajinan Keong Emas. Raja menyuruh Keong Emas, Mbok
rondo Sambega dan Mbok Rondo Sembadil untuk datang ke Keraton dengan maksud untuk menikahi Keong
Emas. Akhirnya Raja dan Keong Emas pun menikah dan hidup bahagia. Hidup Galoran
dan Ibu Jambean semakin sengsara sejak kepergian Jambean.
C. ALUR
Menurut
N. Friedman, jenis alur terbagi menjadi tiga, yaitu
·
Alur Peruntungan: cerita Jambean Si
Keong Emas termasuk kedalam alur Sentimental, karena tokoh utama (Jambean) pada
awal cerita dalam kehidupannya mengalami kekalahan atau penindasan dari tokoh
lawannya (Goloran), namun di akhir cerita Jambeanlah yang mendapatkan
kebahagiaan.
“Tenangkan
hatimu mak! Aku sanggup berkorban. Percayalah! Yang benar juga akhirnya yang
akan memetik kebahagiaan. Hanya akau pesan mak. Nanti apabila aku sudah dibunuh
ayah, janganlah mayatku ditanam. Buanglah saja di Bendungan!”. (Jambean Si
Keoeng Emas, 1983:53)
·
Alur Penokohan: cerita Jambean Si Keong
Emas termasuk kedalam alur Perbaikan, karena tokoh utama dalam cerita mengalami
kehidupan yang lebih baik atau lebih bahagia dari kehidupan sebelumnya.
“Jadilah
Jambean disembelih ayah tirinya. Kepala dan batang tubuh Jambean menjadi seekor
udang dan kepalanya berubah menjadi siput”. (Jambean Si Keoeng Emas, 1983:53-54)
“Demikianlah
Keong Emas hidup berbahagia sebagai permaisuri kerajaan. Sekalipun ia telah
menjadi prameswari, namun ia tidak melupakan tugas kerajaanya, menenun kain
yang bagus-bagus”. (Jambean Si Keoeng Emas, 1983: 56)
·
Alur Pemikiran: cerita Jambean Si Keong
Emas termasuk kedalam alur Penyingkapan rahasia karena Keong Emas adalah
Jambean yang telah dibunuh oleh ayah tirinya.
“Ayo ceritakan lekas, nak, siapa
gerangan engkau itu!” Demikian Mbok Rondo Sambega mendesak dengan gembira.
“Bidadarikah kamu?” Dengan takjimnya Jambean menjawab: “ Bukan Mak. Saya ini
manusia biasa yang karena dibuang orang tua saya lalu menjadi keong dan udang”.
“Siapa namamu dan dari
mana asalmu?” Mbok Rondo Sembadil menyelidikinya. “Sudahlah Mak, sebut saja
saya Keong Emas, seperti engkau menyebut saya sebelum saya menjelma menjadi manusia”.
(Jambean Si Keoeng Emas, 1983:55)
Rincian Peristiwa:
a.
Dipungutnya Galoran, pemuda yatim piatu yang mempunyai gaya hidup boros oleh
seorang Janda yang hidupnya berkecukupan sebagai teman hidupnya yang mempunyai
seoarang anak bernama Jambean yang bekerja sebagai penenun kain
b.
Gaya hidup Galoran yang boros dan tidak mau bekerja membuat Jambean menegur
ayah tirinya tersebut sehingga Galoran merasa benci kepada Jambean dan
mempunyai niat untuk membunuh Jambean
c.
Galoran memberikan pilihan kepada Ibu Jambean/isterinya untuk memilih
melanjutkan rumah tangganya dengan syarat Jambean harus dibunuhnya atau memilih
Jambean tetapi rumah tangganya akan berakhir
d.
Jambean yang rela dibunuh oleh ayah tirinya sebagi bentuk kepatuhannnya
e.
Tubuh mayat Jambean yang dibuang ke bendungan sesuai dengan permintaannya
berubah menjadi udang dan keong
f.
Udang dan keong jelmaan Jambean tersebut dipelihara oleh dua orang janda miskin
bernama Mbok Rondo Sambega dan Mbok Rondo Sembadil
g.
Akhirnya kedua janda tersebut mengetahui bahwa udang dan keong tersebut adalah
seorang gadis yang dibuang oleh orang tuanya, Keong Emas mereka memanggilnya
h.
Keong Emas (Jambean) tinggal bersama kedua janda tersebut dan kembali bertenun
i.
Kain tenunan Jambean terkenal sampai ke ibu kota kerajaan dan raja pun ingin mengetahuinya
j.
Raja terpesona pada kecantikan dan kerajinan Jambean
k.
Raja dan Keong Emas akhirnya menikah dan hidup bahagia
l.
Kehidupan orang tua Jambean semakin menderita sejak kepergian Jambean
Loban
dkk. menggambarkan tahapan alur sebagai berikut:
·
Eksposisi
Cerita diawali dengan dipungutnya
Galoran, seorang pemuda yang mempunyai
gaya hidup yang boros oleh seorang janda yang hidupnya berkecukupan yang
memiliki seorang anak bernama Jambean.
·
Komplikasi
Jambean selalu memberi teguran pada
ayahnya (Galoran) yang selalu hidup boros, yang tidak mau membantu untuk
bekerja. Hal ini yang menyebabkan Galoran membenci Jambean, hingga ia pun
mempunyai rencana untuk membunuh Jambean.
·
Konflik
Konflik bermula saat Galoran
memberikan pilihan pada Ibu Jambean untuk memberi keputusan apabila memilih
Jambean maka rumah tangganya akan berakhir dengan perceraian, apabila memilih
rumah tangganya maka Jambean harus mati. Dengan kepatuhannya Jambean rela untuk
dibunuh oleh ayah tirinya dengan syarat mayatnya janganlah di tanam melainkan
dibuang ke bendung
·
Revelasi
Tubuh Jambean berubah menjadi udang
dan kepalanya berubah menjadi siput/ keong. Udang dan keong ini dipelihara oleh
dua orang janda bersaudar, Mbok Rondo Sambega dan Mbok Rondo Sembadil yang
hidup miskin, namun pada akhirnya keduanya tahu bahwa udang dan keong tersebut
merupakan jelmaan seorang anak yang dibunuh dan dibuang oleh orang tuanya.
Jambean kini dipanggil Keong Emas, ia pun kembali bertenun dan kain tenunanya
terkenal sampai ke ibu kota kerajaan, membuat Raja tertarik untuk
mengunjunginnya.
·
Penyelesaian
Raja terpesona akan kecantikan dan
kerajianan Keong Emas, dan akhirnya menyuruh Keong Emas, Mbok Rondo Sambega,
dan Mbok Rondo Sembadil untuk datang ke Keraton dengan maksud untuk menikahi
Keong Emas. Akhirnya Raja dan Keong Emas pun menikah dan hidup bahagia.
Sedangkan Galoran dan Ibu Jambean hidupnya semakin miskin dan sengsara sejak
kepergian Jambean.
Ada bagian alur
dalam cerita tersebut yang memang tidak logis, yakni saat tubuh dan kepala
mayat Jambean berubah menjadi seekor udang dan keong, hal ini tidak terjadi di
dunia nyata sehingga sulit untuk diterima akal sehat. Namun mengingat bahwa
cerita rakyat itu merupakan mitos, cerita yang dianggap terjadi atau tidak
terjadi dalam kehidupan nyata yang menggunakan unsur magis.
D.
TOKOH
·
Jambean (Keong Emas)
·
Galoran
·
Ibu Jambean
·
Mbok Rondo Sembaga dan Mbok Rondo
Sembail
·
Raja
Rincian Tokoh:
1. Jambean
sebagai tokoh utama yang berperan sebagai tokoh protagonis, termasuk dalam
tokoh kompleks/ berwatak bulat yang memiliki watak tegas, patuh, rela
berkorban, rajin dalam bekerja, hidupnya hemat, baik, suka membantu, dan tidak
sombong (rendah hati)
Dimensi tokoh
-
Fisiologis: seorang perempuan yang
usianya masih muda dan cantik
-
Sosiologis: seorang anak yatim yang kemudian
menjadi anak tiri Galoran tinggal bersama ibunya, memiliki pekerjaan sebagai
penenun kain dan berjualan
-
Psikologis: tegas, patuh, rela
berkorban, rajin dalam bekerja, hidupnya hemat, baik, suka membantu, dan tidak
sombong
Penokohan
Jambean diceritakan melalui penerangan langsung dalam cerita (metode diskursif),
“Adapun janda tersebut mempunyai seorang
anak perempuan, Jambean namanya. Ia sanagat rajin dalam bekerja. Tenunannnya
dikenal di seluruh dusun. Disamping itu ia gemar berjualan. Karena rajin dan
hemat, maka akhirnya Jambean dan ibunya dapat hidup berkecukupan”. (Jambean Si
Keoeng Emas, 1983: 52)
“Sejak itu Keong Emas bekerja membantu
kedua janda bersaudara yang dahulu hidup dalam keadaan yang sangat melarat
itu”.
“Demikianlah Keong Emas hidup berbahagia
sebagai permaisuri kerajaan. Sekalipun ia telah menjadi prameswari, namun ia
tidak melupakan tugas kerajaanya, menenun kain yang bagus-bagus. Berkenaan juga
ia memberi pelajaran bertenun kepada sekalian anak muda-muda di ibu negeri ”.
“Amat tertarik hati sang raja akan kecantikan
dan kerajinan kerja si gadis jelita”. (Jambean Si Keoeng Emas, 1983: 55&56)
Namun,
adapula yang ditampilkan melalui ucapan-ucapan tokoh (metode dramatik),
“Tenangkan
hatimu mak! Aku sanggup berkorban. Percayalah! Yang benar juga akhirnya yang
akan memetik kebahagiaan”. (Jambean Si Keoeng Emas, 1983:53)
2. Galoran
sebagai tokoh antagonis yang memiliki watak yang jahat, pemalas, kasar,
memiliki gaya hidup boros
Dimensi tokoh
-
Fisiologis: seorang laki-laki yang
usianya masih muda
-
Sosiologis: seorang anak yatim piatu
yang kemudian menjadi suami dari ibunya Jambean, dan tidak memiliki pekerjaan
-
Psikologis: berperilaku kasar, pemalas,
suka bersenang-senang, boros dalam
hidupnya, dan seorang pembunuh
Penokohan
Galoran diceritakan melalui penerangan langsung dalam cerita (metode diskursif),
“Pada jaman dahulu kala adalah seorang
anak muda. Galoran namanya”.
“Pada waktu orang tuanya telah
meninggal, semakin boroslah cara hidupnya. Bersenang-senang, berpesta ria,
memuas-muaskan hawa nafsu. Sebab tidak bekerjadan cara hidup yang boros,
akhirnya habislah kekayaan peninggalan orang tuanya. Sekalipun ia sudah tidak
punya, namun tidak mau juga ia bekerja. Waktu dihabiskan dengan berjalan-jalan
saja”.
“Jadilah
Jambean disembelih oeh ayah tirinya”. (Jambean Si Keong Emas, 1983:52&53)
Namun,
adapula yang ditampilkan melalui ucapan-ucapan tokoh (metode dramatik),
“Ah
omong kosong!” bentak Galoran dengan melotot matanya. “Tahu aku, mengapa ia
berbuat begitu kasar terhadapku”. (Jambean Si Keong Emas, 1983:53)
3. Ibu
Jambean sebagai tokoh bawaan atau tokoh pendamping termasuk dalam tokoh
sederhana yang berwatak baik hati dan tidak punya pendirian
Dimensi tokoh
-
Fisiologis: seorang janda yang memiliki
seorang anak
-
Sosiologis: isteri Galoran dan ibu dari
Jambean
-
Psikologis: baik hati namun tidak punya
pendirian
Penokohan
Ibu Jambean diceritakan melalui penerangan langsung dalam cerita (metode
diskursif),
“Akhirnya, dipungutlah ia oleh seorang
janda yang berkecukupan, untuk dijadikan teman hidupnya”.
“Adapun janda tersebut mempunai seorang
anak perempuan, Jambean namanya”.
“Berat nian beban yang harus dipikul
oleh ibu Jambean. Tak sanggup ia memberi keputusan. Karena sangat bingung
hatinya, maka menangislah ibu Jambean siang dan malam”. (Jambean Si Keong Emas,
1983:52&53)
4. Mbok
Rondo Sambega dan Mbok Rondo Sembadil sebagai tokoh bawaan atau tokoh
pendamping termasuk dalam tokoh berkembang yang berwatak baik dan penyayang
Dimensi tokoh
-
Fisiologis: keduanya seorang janda
-
Sosiologis: hidupnya miskin dan
pekerjaanya mencari kayu dan daun talas di hutan
-
Psikologis: keduanya berwatak baik dan
penyayang
Penokohan
Mbok Rondo Sambega dan Mbok Rondo Sembadil diceritakan melalui penerangan
langsung dalam cerita (metode diskursif),
“Tersebutlah di Desa Dadapan ada dua
orang janda bersaudara, Mbok Rondo Sambega nama yang tua dan Mbok Rondo
Sembadil nama yang muda. Kedua janda tersebut hidupnya sangat melarat.
Pekerjaan mereka sehari-hari mencari kayu dan daun talas di hutan.
“Maka dipungutnya udang dan siput itu
dibawanya pulang, lalu dimasukkan dalam tempayan. Setiap hari uadang keong itu
diberinya makan. Amat senang mereka pada binatang paraanya”.
“Dengan
segala senang hati kedua janda bersaudara itu mengambil Keong Emas sebagai
anak”. (Jambean Si Keong Emas, 1983:52&53)
5. Raja
sebagai tokoh bawaan atau tokoh pendamping termasuk dalam tokoh sederhana yang
memiliki watak rasa ingin tahu yang tinggi dan baik hati
Dimensi tokoh
-
Fisiologis: laki-laki muda
-
Sosiologis: seorang raja
-
Psikologis: baik hati dan memiliki rasa
ingin tahu yang tinggi
Penokohan
Raja diceritakan melalui penerangan langsung dalam cerita (metode diskursif),
“Sang Raja yang masih muda tertarik juga
akan kain tenun macam itu”.
“Pada
suatu hari Sang Raja ingin meninjau rumah si Keong Emas untuk mengetahui dengan
mata kepala sendiri bagaimana cara menenun kain yang demikian halusnya.
Pergilah beliau hanya diiringioleh seorang pegawai istana meninggalkan keraton
dan menyamar sebagi seorang saudagar kain”. (Jambean Si Keong Emas, 1983:55&56)
Dari
uraian kita dapat mengetahui watak tokoh-tokoh dalam cerita, kita patut
mencontoh tokoh Jambean/Keong Emas yang memiliki sifat yang rajin dalam
bekerja, kesabaran, dan kepatuhannnya pada orang tua sehingga ia memperoleh
kebahagiaan. Selain itu kita harus mengambil pelajaran dari tokoh Galoran yang
begitu kejam membunuh anak tirinya, sehingga mendapat kesulitan dan kerugian
dalam hidup yang ia jalani.
E. LATAR
· Latar
Tempat: di desa, desa Dadapan, hutan, di bendungan, dalam tempayan, rumah
Jambean, di dalam rumah Mbok Rondo Sambega dan Mbok Rondo Sembadil, dapur, di
belakang rumah Mbok Rondo Sambega dan Mbok Rondo Sembadil, istana/keraton
· Latar
Waktu: Jaman dahulu kala, pada waktu kecil, pada waktu orang tuanya telah
meninggal, satu dua hari, siang dan malam, sehari-hari
· Latar
Sosial: Ia tidak pernah bekerja di sawah seperti lazimnya anak muda desa
Cerita tersebut terjadi
pada jaman dahulu di sebuah desa, serta masih adanya sebuah istana/keraton, dan
masyarakatnya bekerja sebagai petani,
“Pada jaman dahulu kala adalah seorang
anak muda”.
“Setelah Raja kembali ke istana, maka dititahkanyalah
untuk membawa si Keong Emas serta kedua orang janda itu masuk ke keraton”.
“Ia tidak pernah bekerja di sawah
seperti lazimnya anak muda desa”.
(Jambean
Si Keong Emas, 1983:52&56)
F. TEMA
Cerita
ini umumnya mengandung 2 jenis tema yaitu,
1. Tema
Sosial
·
Dalam kehidupan membutuhkan pengorbanan
dan kesabaran untuk mendapatkan kebahagiaan
·
Kerja keras adalah cara terbaik untuk
memperoleh kesenangan dalam hidup
2. Tema Moral
·
Kejahatan dan keburukan yang dilakukan
akan mendapat balasan yang setimpal
·
Hidup boros akan mendatangkan kerugiaan
·
Sekecil apapun bantuan yang diberikan
akan mendatangkan manfaat dalam kehidupan
Cerita ini mengandung
makna bahwa dalam menjalani hidup tentu ada masalah yang harus kita hadapi,
masalah tersebut yang akan menuntut kita untuk bersikap dalam menghadapinya.
Kebahagiaan takkan kita dapatkan tanpa
adanya pengorbanan, kesabaran, dan kerja keras yang dapat dibuktikan melalui
tokoh Jambean dalam cerita.
“Adapun janda tersebut mempunyai seorang
anak perempuan, Jambean namanya. Ia sanagat rajin dalam bekerja. Tenunannnya
dikenal di seluruh dusun. Disamping itu ia gemar berjualan. Karena rajin dan
hemat, maka akhirnya Jambean dan ibunya dapat hidup berkecukupan”. (Jambean Si
Keoeng Emas, 1983: 52)
“Tenangkan hatimu mak! Aku sanggup
berkorban. Percayalah! Yang benar juga kahirnya yang akan memetik kebahagiaan”.
“Jadilah jambean disembelih oleh ayah
tirinya”. (Jambean Si Keoeng Emas, 1983:53)
“Demikianlah Keong Emas hidup berbahagia
sebagai permaisuri kerajaan. Sekalipun ia telah menjadi prameswari, namun ia
tidak melupakan tugas kerajaanya, menenun kain yang bagus-bagus. Berkenaan juga
ia memberi pelajaran bertenun kepada sekalian anak muda-muda di ibu negeri ”. (Jambean Si Keoeng
Emas, 1983:56)
Selain itu sikap buruk
yang kita lakukan akan membawa kerugiaan dalam hidup kita sehingga hidup kita
menjadi sengsara, seperti tokoh Galoran pada cerita tersebut.
“Pada waktu orang tuanya telah
meninggal, semakin boroslah cara hidupnya. Bersenang-senang, berpesta ria,
memuas-muaskan hawa nafsu. Sebab tidak bekerjadan cara hidup yang boros,
akhirnya habislah kekayaan peninggalan orang tuanya. Sekalipun ia sudah tidak
punya, namun tidak mau juga ia bekerja. Waktu dihabiskan dengan berjalan-jalan
saja”.
“Jadilah jambean disembelih oleh ayah tirinya”.
(Jambean Si Keoeng Emas, 1983:52&53)
“Adapun perihal Galoran dan isterinya,
sepeninggal Jambean dahulu semakin melarat hidupnya karena sangat boros.
Akhirnya segala harta bendanya habislah sudah. Kedua mereka terpaksa hidup
meminta-minta, dari desa kedesa”. (Jambean Si Keoeng Emas, 1983:56)
Setelah
membaca cerita tersebut, kita dapat mengambil pelajaran bagaimana seharusnya kita dalam bertindak dan
berperilaku sebab segala sesuatu yang kita lakukan akhirnya akan kembali juga
pada diri kita.
G. TIPE
Cerita yang dianalisis
ini termasuk tipe karya sastra berbentuk prosa yakni cerita rakyat asal Derah
Istimewa Yogyakarta yang menceritakan kehidupan sosial dan moral.
“Pada waktu orang tuanya telah
meninggal, semakin boroslah cara hidupnya. Bersenang-senang, berpesta ria,
memuas-muaskan hawa nafsu. Sebab tidak bekerjadan cara hidup yang boros,
akhirnya habislah kekayaan peninggalan orang tuanya. Sekalipun ia sudah tidak
punya, namun tidak mau juga ia bekerja. Waktu dihabiskan dengan berjalan-jalan
saja”.
“Adapun janda tersebut mempunyai seorang
anak perempuan, Jambean namanya. Ia sanagat rajin dalam bekerja. Tenunannnya
dikenal di seluruh dusun. Disamping itu ia gemar berjualan. Karena rajin dan
hemat, maka akhirnya Jambean dan ibunya dapat hidup berkecukupan”. (Jambean Si
Keoeng Emas, 1983: 52)
Menggunakan bahasa yang sederhana
sehingga cerita mudah dipahami, begitu pula dialog-dialog antar tokoh.
Penggunan nama-nama Jawa untuk para tokoh seperti Jambean, Galoran, Mbok Rondo
Sambega, dan Mbok Rondo Sembadil. Adanya sebuah peristiwa atau kejadian dalam
cerita yang diluar nalar atau logika karena cerita tersebut merupakan cerita
rakyat zaman dahulu yang masih begitu kuat dan percaya akan kekuatan magis,
“Jadilah
Jambean disembelih oeh ayah tirinya. Kepala dan batang tubuh Jambean menjadi
seekor udang dan kepalanya berubah menjadi siput”. (Jambean Si Keong Emas,
1983:52&553)
H.
NILAI
Nilai yang digunakan
dalam cerita tersebut adalah nilai sosial/kemasyarakatan dan nilai moral. Nilai
sosial/kemasyaraatan dalam cerita merupakan sebuah nilai yang patut kita
teladani bagaimana sang tokoh bertindak atau bergaul dengan tokoh lainnya,
“Sejak itu Keong Emas bekerja membantu kedua janda bersaudara yang dahulu hidup
dalam keadaan yang sangat melarat itu”. (Jambean Si Keong Emas, 1983:55). Tokoh
tersebut senantiasa membantu orang lain yang sedang kesusahan dalam hidupnya.
Sedangkan untuk nilai
moral dalam cerita tersebut patut kita terapkan dalam kehidupan, “Demikianlah
Keong Emas hidup berbahagia sebagai permaisuri kerajaan. Sekalipun ia telah
menjadi prameswari, namun ia tidak melupakan tugas kerajaanya, menenun kain
yang bagus-bagus. Berkenaan juga ia memberi pelajaran bertenun kepada sekalian
anak muda-muda di ibu negeri ”. (Jambean
Si Keoeng Emas, 1983:56). Nilai moral yang hendak disampaikan adalah walaupun
si tokoh sudah hidup berkecukupan (permaisuri kerajaan), ia tidak sombong
melainkan ia tetap bekerja dengan kemampuan yang dimilikinya, tak hanya itu ia
pun membagikan ilmu yang dimiliknya tersebut pada orang lain sehingga
bermanfaat untuk kehidupan orang lain.
I.
SUDUT PANDANG
Cerita tersebut
menggunkan sudut pandang Third-Person-Omniscient atau sudut pandang orang ketiga maha tahu, pengarang
berada di luar cerita menjadi seorang pengamat yang maha tahu. Berikut kutipannya,
“Ayo ceritakan
lekas, nak, siapa gerangan engkau itu!” Demikian Mbok Rondo Sambega mendesak
dengan gembira. “Bidadarikah kamu?” Dengan takjimnya Jambean menjawab: “ Bukan
Mak. Saya ini manusia biasa yang karena dibuang orang tua saya lalu menjadi
keong dan udang”.
“Siapa namamu dan dari mana
asalmu?” Mbok Rondo Sembadil menyelidikinya. “Sudahlah Mak, sebut saja saya
Keong Emas, seperti engkau menyebut saya sebelum saya menjelma menjadi
manusia”. (Jambean Si Keoeng Emas, 1983:55)
Pada cerita rakyat umumnya
menggunakan sudut pandang orang ketiga maha tahu, karena cerita tersebut bukan
dari pengalamannya sendiri, melainkan dari
cerita yang beredar di daerah tersebut.
J.
PENGALAMAN APRESIASI
· Pengalaman
Humanistik
Berupa nilai-nilai
kemanusiaan yang meliputi berbagai keadaan atau situasi dalam cerita yang
dirasakan oleh pembaca sehingga pembaca ikut merasakan peristiwa atau kejadiaan
dalam cerita tersebut.
Kondisi tragis dalam carita pada saat
Jambean dibunuh oleh ayah tirinya, Galoran.
“Jadilah Jambean disembelih oeh ayah
tirinya”. (Jambean Si Keong Emas, 1983:52)
Kondisi riang/senang dalam carita terjadi melalui
tokoh Jambean.
“Demikianlah Keong Emas hidup berbahagia
sebagai permaisuri kerajaan. Sekalipun ia telah menjadi prameswari, namun ia
tidak melupakan tugas kerajaanya, menenun kain yang bagus-bagus. Berkenaan juga
ia memberi pelajaran bertenun kepada sekalian anak muda-muda di ibu negeri ”. (Jambean Si Keoeng
Emas, 1983:56)
Kondisi murung dalam carita terjadi
melalui tokoh ibu Jambean karena sulit untuk memilih rumah tangganya atau
Jambean, anaknya.
“Berat nian beban yang harus dipikul
oleh ibu Jambean. Tak sanggup ia memberi keputusan. Karena sangat bingung
hatinya, maka menangislah ibu Jambean siang dan malam”. (Jambean Si Keong Emas,
1983: 53)
Kondisi penasaran dalam carita terjadi
melalui tokoh Raja yang ingin mengetahui penenun kain yang begitu terkenal.
“Pada
suatu hari Sang Raja ingin meninjau rumah si Keong Emas untuk mengetahui dengan
mata kepala sendiri bagaimana cara menenun kain yang demikian halusnya.
Pergilah beliau hanya diiringioleh seorang pegawai istana meninggalkan keraton
dan menyamar sebagi seorang saudagar kain”. (Jambean Si Keong Emas, 1983: 56)
· Pengalaman
Etis dan Moral
Pengalaman
tersebut mengenai bagaimana seharusnya sikap dan tindakan dari tokoh.
“Pada waktu orang tuanya telah
meninggal, semakin boroslah cara hidupnya. Bersenang-senang, berpesta ria,
memuas-muaskan hawa nafsu. Sebab tidak bekerjadan cara hidup yang boros,
akhirnya habislah kekayaan peninggalan orang tuanya. Sekalipun ia sudah tidak
punya, namun tidak mau juga ia bekerja. Waktu dihabiskan dengan berjalan-jalan
saja”. (Jambean Si Keong Emas, 1983: 52)
Setiap
pembaca pasti tidak menyukai tokoh Galoran karena ia seorang pemalas dan suka
bersenang-senang. Tak seharusnya tokoh Galoran bertindak seperti itu melainkan
ia harus rajin bekerja karena orang tuanya sudah meninggal dan hidup dengan
sederhana dan tidak menghabiskan kekayaan peninggalan orang tuanya.
· Pengalaman
Religius Profetis
Yakni berupa pengalaman yang dirasakan oleh pembaca
mengenai supranatural yang terjadi dalam cerita, seperti udang dan siput (Keong
Emas) yang merupakan jelmaan dari Jambean setelah ia disembelih oleh ayah
tirinya.
“Jadilah
Jambean disembelih ayah tirinya. Kepaladan batang tubuh Jambean menjadi seekor
udang dan kepalanya berubah menjadi siput”. (Jambean Si Keoeng Emas,
1983:53-54)
Kejadiaan ini
tentunya diluar dugaan pembaca karena peristiwa ini tak biasa terjadi dalam
kehidupan nyata.
K.
FUNGSI
Cerita Jambean
Si Keong Emas ini mengandung fungsi penyadaran, yaitu menyediakan kesadaran
kepada pengapresiasi untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Kita tidak boleh
mencontoh sikap dan perilaku Galoran,
“Pada waktu orang tuanya telah
meninggal, semakin boroslah cara hidupnya. Bersenang-senang, berpesta ria,
memuas-muaskan hawa nafsu. Sebab tidak bekerjadan cara hidup yang boros,
akhirnya habislah kekayaan peninggalan orang tuanya. Sekalipun ia sudah tidak
punya, namun tidak mau juga ia bekerja. Waktu dihabiskan dengan berjalan-jalan
saja”. (Jambean Si Keong Emas, 1983:52)
Kebahagian akan didapat dengan cara
kerja keras kita.
Sebaliknya kita harus mencontoh sikap
dan perilaku Jambean dalam cerita,
“Adapun janda tersebut mempunyai seorang
anak perempuan, Jambean namanya. Ia sanagat rajin dalam bekerja. Tenunannnya
dikenal di seluruh dusun. Disamping itu ia gemar berjualan. Karena rajin dan
hemat, maka akhirnya Jambean dan ibunya dapat hidup berkecukupan”.
“Tenangkan hatimu mak! Aku sanggup
berkorban. Percayalah! Yang benar juga akhirnya yang akan memetik kebahagiaan”.
(Jambean Si Keoeng Emas, 1983:52&53)
Dalam
hidup ini harus ada perjuangan untuk mendapatkan kebahagiaan.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin.
2004. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. 1983. Ceritera Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sumardjo,
Jakob. dan M., Saini K. 1988. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.
LAMPIRAN
JAMBEAN
SI KEONG EMAS
Pada jaman
dahulu kala adalah seorang anak muda. Galoran namanya. Ia tidak pernah bekerja
di sawah seperti lazimnya anak muda desa. Makumlah, pada saat kecilnya ia
sangat dimanjakan orang tuanya yang kaya raya, karena memilkiki tanah
persawahan yang luas. Galoran termasuk orang yang disegani di desanya, karena
derajat dan kekayaanya. Pada waktu orang tuanya telah meninggal, semakin
boroslah cara hidupnya. Bersenang-senang, berpesta ria, makan minum dan
memuas-muaskan hawa nafsu. Sebab tidak bekerja dan cara hidup yang boros,
akhirnya habislah kekayaan peninggalan orang tuanya. Sekalipun ia sudah tidak
punya, namun tidak mau juga ia bekerja. Waktu dihabiskan dengan berjalan-jalan
saja.
Iba orang
kampung melihat nasib anak muda itu. Tetapi setiap kali ada yang menawari
pekerjaan, maka jawab Galoran: “Mau aku turut bekerja kepadamu asal diberi
makan yang cukup dan waktu tidur yang memuaskan”. Satu dua hari Galoran turut
bekerja, tetapi akhirnya hanya makan dan tidur sajalah yang diperbuatnya.
Berganti-ganti orang kampung memberi pekerjaan, namun tak ada pula yang sampai
jadi. Akhirnya dipungutlah ia oleh seorang janda yang berkecukupan, untuk
dijadikan teman hidupnya. “Pucuk dicinta, ulam tiba”. Demikian pikir Galoran.
Adapun janda
tersebut mempunyai seorang anak perempuan, Jambean namanya. Ia sangat rajin
dalam bekerja. Tenunannya dikenal di seluruh dusun. Di samping itu ia gemar
berjualan. Karena rajin dan hemat, maka akhirnya Jambean dan ibunya dapat hidup berkecukupan.
Sejak Galoran
menjadi ayah tiri Jambean, timbullah keretakan dalam rumah tangga, Galoran
sangat membenci ayah tirinya sebab berani juga kadang-kadang Jambean menegur
ayah tirinya, agar suka membantu bekerja untuk keperluan rumah tangga. Apalagi
bila Galoran memboros, tentu ia mendapat teguran dari anak tirinya. Rasa benci
Galoran terhadap anak tirinya itu akhirnya menjelma dalam rencana pembunuhan. Diasahnya
parangnya tajam-tajam lalu pergilah ia kepada isterinya. Maka katanya: “Hai
Nyai!, Kau tahu betapa kurang ajarnya Jambean kepadaku. Berani ia menasehati
orang tua! Patutkah itu?”
“Sabar, Kak!”
Demikian isterinya membujuk. “Jambean tidak bermaksud buruk terhadap kakak”.
“Ah omong
kosong!” bentak Galoran dengan melotot matanya, “Tahu aku, mengapa ia berbuat
begitu kasar terhadapku. Dihinanya dengan semena-mena dengan maksud agar aku
pergi meninggalkan rumah ini! Senang ia kalau aku cerai dengan kau, Nyai”.
“Jangan berkata
yang demikian itu, Kak! Aku yakin bahwa Jambean tidak bermaksud demikian. Ia
hanya menginginkan agar kakak suka membantu bekerja”. Begitulah usaha sang
isteri meredakan amarahnya.
“Bukankah akau
sudah bekerja!” bentak Galoran. “Pendeknya sekarang engkau tinggal memilih satu
diantara dua: anak atau suami. Jika kamu mempertahankan anak, mak cerailah
kita. maka apabila kamu masih mencintai suami, maka Jambean harus lenyap.
Pikirlah! Kuberi waktu untuk memberi keputusan”. Demikian Galoran mengancam.
Berat nian beban
yang harus dipikul oleh ibu Jambean. Tak sanggup ia memberi keputusan. Karena
sangat bingung hatinya, maka menangislah ibu Jambean siang dan malam. Maka
ratapnya: “Terlalu amat, Jambean, ayahmu itu! sampai hati juga ia menyiksaku,
Jambean, Jambean, marilah nak, kemari. Bagaimana akan daku ini!”
“Sebentar Mak,
sebantar. Tinggal sedikit saja, tenunanku selesailah sudah!” demikian jawab
Jambean mendengar keluhan ibunya itu. Setelah pekerjaan menenun selesai,
pergilah Jambean mendapatkan ibunya. “Mengapa emak menangis saja?” tanyanya
dengan iba.
“Yah!” keluh
ibunya. “Samapai hati juga yahmu menyiksaku”. Katanya. Maka diceritakannyalah
kepada Jambean segala rencana ayah tirinya.
“Oo...itu mak, yang
menyebabkan emak bersedih hati. Sudahlah! Jangan emak khawatir. Aku rela mak
menuruti kehendak ayah! “Tetapi..tetapi..., bagaimana dapat terjadi Jambean!”
kata emaknya kebingungan.
“Tenangkan
hatimu mak! Aku snaggup berkorban. Percayalah! Yang benar juga akhirnya yang
akan memetik kebahagiaan. Hanya aku pesan mak. Nanti apabila aku sudah dibunuh
ayah, janganlah mayatku ditanam. Buang saja dibendungan!”
Jadilah Jambean
disembelih ayah tirinya. Kepala dan batang tubuh Jambean menjadi seekor udang
dan kepalanya berubah menjadi siput, “Keong” demikian orang di daerah Jawa
menyebutnya.
Tersebutlah di
desa Dadapan ada dua orang janda bersaudara, Mbok Rondo Sambega nama yang tua dan Mbok Rondo Sembadil nama
yang muda. Kedua janda tersebut hidupnya sangat melarat. Pekerjaan mereka
sehari-hari mencari kayu dan daun talas di hutan.
Pada suatu hari
pergilah kedua saudara itu ke hutan untuk mencari daun talas. Sampai di
bendungan tertariklah mereka kepada udang dan siput yang menarik
merangkak-rangkak. “Alangkah indahnya siput dan udang ini!” teriak Mbok Rondo
Sambega. “Lihatlah Sembadil, betapa indah warna kulitnya. Kuning keemas-emasan!
Ingin aku memeliharanya”. “Akupun ingin juga”. Demikian Sembadil menyambungnya.
“Kita bawa saja udang dan keong emas ini pulang, kak”.
Maka dipungutnya
udang dan siput itu dibawanya pulang, lalu dimasukkan kedalam tempayan. Setiap
hari udang keong itu diberi makan. Amat senang mereka kepada binatang
piaraanya. Sejak Mbok Rondo Sambega dan Mbok Rondo Sembadil memelihara keong
dan udang emas itu selalu bergembiralah hatinya. Kegairahan kerjanya
bertambah-tambah hingga makin lama makin senanglah hidup mereka. Hal itu
diketahui pula oleh orang-orang tetangga. “Sejak Sambega dan Sembadil
memelihara keong dan udang emas, semakin berkecukupan hidupnya. Keong dan udang
bertuah rupa-rupanya”.
Adapun Mbok
Rondo Sambega dan Mbok Rondo Sembadil
sendiri merasa heran juga. Bertambah-tambah heran mereka ketika pada
suatu waktu tatkala mereka datang kembali dari pekerjaanya, melihat segala sesuatunya telah siap.
Perabot-perabot rumah tangga ada dalam keadaan teratur rapi dan masak-masakaan
pun tersedia pula. “Siapakah gerangan yang mengerjakan ini semua?” demikian
tanya kedua orang saudara itu keheran-heranan. “Sungguh ajaib!” pikir mereka. Begitulah setiap kali
kedua orang janda itu pulang dari kerja, tentu segala kebutuhan rumah tangga
telah selesai diatur dan disajikan. Timbullah keinginan dalam hati Mbok Rondo
Sambega dan Mbok Rondo Sembadil, untuk mengetahui siapa gerangan yang
mengerjakan sekalian itu.
Pada suatu hari,
seperti biasanya mereka pergi meninggalkan rumah, pura-pura akan pergi ke
pekan. Sebenarnya mereka menyelinap dibelakang rumah karena ingin benar akan
mendapatkan orang yang menyiapkan segala keperluan rumah tangganyaapabila
mereka pergi bekerja.
Saat yang
dinanti-nantikan akhirnya tibalah. Pada waktu dari dalam dapur terdengar suara
berisik, kedua saudara itu mengintip dari celah-celah dinding. Betapa tercengangnya
mereka melihat bahwa ada seorang gadis cantik keluar dari tempayan tempat
mereka memelihara keong dan udang emas itu. “Tentu dia jelmaan si keong emas
dan udang emas”, bisik Mbok Rondo Sambega kepada adiknya, “Mari jangan
terlambat. Kita tangkap saja ia agar jangan merupaka diri lagi menjadi keong
dan udang tentu ia bidadari dari kayangan yang mendapat kutukan dewata”, jawab
Mbok Rondo Sembadil. Kedua mereka itu memasuki dapur perlahan-lahan, lalu
ditangkapnyalah gadis yang sedang asyik menyalakan api untuk keperluan memasak.
“Ayo ceritakan
lekas, nak, siapa gerangan engkau itu!” Demikian Mbok Rondo Sambega mendesak
dengan gembira. “Bidadarikah kamu?” Dengan takjimnya Jambean menjawab: “Bukan
Mak. Saya ini manusia biasa yang karena dibuang orang tua saya lalu menjadi
keong dan udang”.
“Siapa namamu
dan dari mana asalmu? Mbok Rondo Sembadil menyelidikinya. “Sudahlah Mak, sebut
saja saya Keong Emas, seperti engkau menyebut saya sebelum saya menjelma
kembali menjadi manusia. Dan apabila emak masih suka, ingin juga saya tetap
tinggal di rumah emak ini untuk mendapat perlndungan”.
Dengan segala
senang hati kedua janda bersaudara itu mengambil Keong Emas sebagai anak.
Orang-orang diseluruh didusun mengetahuilah sudah bahwa udang dan keong emas
piaraan Mbok Rondo telah berubah menjadi manusia. Sejak itu Keong Emas bekerja
membantu kedua janda bersaudara yang dahulu hidup dalam keadaan yang sangat
melarat itu. Pekerjaan bakunya ialah menenun. Makin lama makin terkenallah
hasil tenunannya di seluruh negeri dan kedua janda bersaudara itu bertambah
hari bertambah kaya.
Akhirnya kain
tenunan Keong Emas itu terkenal di ibu kota kerajaan. Setiap orang ingin memiliki
kain tenun buatan Keong Emas. Sang Raja yang masih muda tertarik juga akan kain
tenun macam itu.
Pada suatu hari
Sang Raja ingin meninjau rumah si Keong Emas untuk mengetahuai dengan mata
kepala sendiri bagaimana cara menenun kain yang demikian halusnya. Pergilah
beliau hanya diiringi oleh seorang pegawai istana meninggalkan keraton dan
menyamar sebagai seorang saudagar kain. Tahulah akhirnya Sang Raja siapa si
Keong Emas itu. Amat tertarik hati Sang Raja akan kecantikan dan kerajinan
kerja si gadis jelita.
Setelah raja
kembali ke istana, maka dititahkannyalah untuk membawa si Keong Emas serta
kedua orang janda itu masuk kekeraton. Kepada Mbok Rondo Sambega dan Mbok Rondo
Sembadil Raja bertitah bahwa beliau ingin mengambil Keong Emas sebagai
permaisuri. Betapa senang hati kedua janda itu.
Demikianlah
Keong Emas hidup berbahagia sebagai permaisuri kerajaan. Sekalipun ia telah
menjadi prameswari, namun ia tidak melupakan tugas kerajaanya, menenun kain
yang bagus-bagus. Berkenan juga ia memberi pelajaran bertenun kepada sekalian
anak muda-muda di ibu negeri.
Adapun perihal
Galoran dan isterinya, sepeninggal Jambean dahulu semakin melarat hidupnya
karena sangat boros. Akhirnya segala harta bendanya habislah sudah. Kedua
mereka terpaksa hidup meminta-minta, dari desa ke desa. Entah bagaimana nasib
kedua mereka itu akhirnya tiada orang yang mengetahuinya.
(Ceritera
Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta, Jambean Si Keong Emas, 1983:52-56).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar